Marshall
Fine of The
Huffington Post
suggested
that the friend zone is "like the penalty box of dating, when
your only crime is not being buff and unobtainable."
Sebuah
awalan yang engga akan pernah ketemu akhirannya, for some people
Friend Zone is like a war zone between Expectation and reality,
rasanya menyakitkan tapi terkadang begitu menyenangkan. Seperti kisah
Dr. Ross Geller dan Rachel Green di Serial F.R.I.E.N.D.S, mereka
berdua mendapatkan julukkan Friend zone karena kedekatan mereka yang
seolah mengisyaratkan bahwa mereka saling jatuh cinta tapi terhalang
dengan status pertemanan mereka yang sudah lama terjalin.
http://img5.visualizeus.com/ |
Seperti
akhir-akhir ini di Twitter, Facebook, Path dll, yang merupakan saksi
bisu dari kegalauan beberapa orang yang terjebak dalam Friend zone,
fenomena lama dengan packaging baru nampaknya. Friend zone sekarang
sudah mulai buka cabang bukan hanya Friend tetapi juga Brother Zone,
so wierd I think..oke to be honest gw pun terjebak didalamnya, but
thanks God perasaan itu engga bertahan lama karena setelah gw
pikir-pikir aneh rasanya kalau apa yang sudah terbiasa akan berubah
menjadi sesuatu yang tidak biasa.
Sebut
saja A (Laki-laki) dan B (Perempuan) yang sudah berteman cukup lama,
ya anggap saja sudah 5 Tahun mereka saling kenal dan dekat, awalnya
mereka berdua menyebut hubungan ini sebagai persahabatan, yang
namanya sahabat pasti sudah saling tau sifat masing-masing atau
kebiasaan masing-masing, begitu pula si A dan B ini. 5 Tahun mereka
bersahabat selalu menghabiskan sebagian waktunya bersama, saling
curhat, bercanda, tukar pikiran, dll. Sampai pada akhirnya si A
merasa takut kehilangan B karena B dianggap sudah menjadi bagian dari
hidupnya A selama ini, A merasa semakin nyaman dengan hubungan
persahabatannya dengan B. Tapi entah kenapa tiba-tiba ketika B mulai
terlihat dekat dengan laki-laki lain si A pun mulai merasa tidak
nyaman, ini yang disebut “Cemburu” si A mulai terus merasa takut
kehilangan, lalu sampailah pada titik dimana si A sadar bahwa selama
ini dia jatuh cinta sama si B karena B selalu berhasil bikin A merasa
nyaman dan jadi dirinya sendiri.
Akhirnya
A merasa bahwa sekarang sudah waktunya dia menjelaskan perasaannya ke
B bahwa pada dasarnya si A mulai jatuh cinta ke si B, tapi pada
kenyataannya si B lebih mementingkan hubungan persahabatan mereka
berdua, maka dari itu si B secara perlahan mulai menjelaskan pada si
A bahwa B tidak ingin ada hubungan diluar persahabatan karena B
merasa takut akan merusak apa yang sudah mereka bangun selama 5
Tahun. Sebenarnya B pun merasa begitu nyaman ketika berdekatan dengan
A tapi karena mereka berawal dari sahabat maka si B merasa begitu
takut semuanya akan hancur dengan tiba-tiba, tapi pada kenyataannya
mereka semakin dekat layaknya pasangan normal lainnya tapi ketika
orang lain bertanya tentang status hubungan mereka, mereka selalu
menyangkal bahwa hubungan yang mereka jalanin akhir-akhir ini punya
arti lebih dari sekedar sahabat.
Sederhana
tapi rumit, mungkin ada yang pernah tau istilah “Pacar jadi sahabat
masih mungkin, tapi sahabat jadi pacar akan rumit”, secara kasat
mata memang bener istilah itu karena bagi sebagian orang yang setelah
putus dengan pasangannya mereka bisa tetap berteman atau bahkan
bersahabat, tapi berbanding terbalik dengan mereka yang mengawali
hubungannya dengan pertemanan lalu lanjut ke hubungan percintaan dan
ketika harus putus rasa tidak nyaman biasanya mendominasi makanya
kebanyakan pasangan yang setelah putus mulai menjauh perlahan-lahan.
Tapi semua kembali lagi pada diri masing-masing bagaimana cara
menyikapi masalah ini, gw pribadi bukan tipe orang yang habis putus
lalu musuhan, karena prinsip gw “My attitude is based on how you
treat me” jadi kalau kita memang putus baik-baik maka kita akan
baik-baik saja dan begitu pula sebaliknya.
Terkadang
para pelaku Friend zone selalu menyangkal adanya perasaan itu,
seperti “Ah..apaan sih dia kan sahabat gw, dia udah gw anggep
sebagai sahabat yang paling spesial buat gw jadi engga mungkin lah
kita pacaran” atau mungkin “Kamu itu sahabat aku yang paling luar
biasa mengerti aku, jadi kayanya engga mungkin kita bisa pacaran”,
terlalu banyak alasan klise yang terus diciptakan dalam kepala
sehingga terekam jelas dan selalu diputar disaat timbul pertanyaan
tentang status hubungan yang engga jelas, mungkin bagi sebagian orang
“pacaran” itu hanya sekedar status dan sebuah pengakuan terhadap
lingkungan, apa pentingnya dari sebuah status?.
Bagi
kebanyakan orang status itu dianggap sebagai sebuah komitmen atau new
chapter disebuah kehidupan, bagi gw “Pacar” merupakan tolak ukur
: Ketika gw pacaran dengan seseorang pastinya gw akan membayangkan
bagaimana jika gw menghabiskan sisa hidup gw bersama dia kelak,
apakah gw akan terus merasa nyaman atau malah gw akan terjebak dalam
siksaan batin. Status bukan tidak penting menurut gw, tapi tidak juga
jadi prioritas dalam hidup gw, makanya gw lebih senang mengatakan
“Jalanin aja dulu, pasti someday ada pintu yang akan terbuka buat
kita..entah lanjut pacaran atau tidak pacaran” cuma banyak yang
salah mengartikan pernyataan gw tersebut, karena dianggap memberikan
harapan palsu atau istilah kerennya PHP (Pemberi Harapan Palsu).
Gw
termasuk orang yang santai dan engga ngoyo' jadi kalau gw dalam
posisi harus dekat dengan seseorang gw akan berusaha menjelaskan
sedari awal bahwa untuk saat ini jangan berharap banyak dulu, kita
engga akan pernah tau apa yang akan terjadi nantinya. Karena gw
adalah orang yang terlalu percaya dengan hukum “Setiap manusia akan
terus mengalami perubahan baik dalam hal besar maupun kecil”.
Kembali
lagi ke Friend zone, kata beberapa orang Friend zone seperti neraka
karena sangat menyiksa, tapi bagi sebagian orang lainnya malah
menikmati keadaan tersebut, gw pribadi menganggap Friend zone adalah
sebagai awal dari sebuah pengenalan lebih dalam di tahap baru karena
gw percaya bahwa setiap orang akan terus berubah baik dalam hal besar
maupun kecil, gw sendiri memang sedang terjebak di area tersebut tapi
entah kenapa gw merasa sudah lelah dengan segala istilah tarik-ulur
yang sama sekali engga ada akhirannya, maka dari itu gw memutuskan
untuk berhenti menjadi pemeran dalam scene Friend zone dan kembali
menjadi sahabat yang baik untuk laki-laki yang “dekat” dengan gw.
Friend
zone itu bukan takdir melainkan pilihan, kita yang memilih untuk
membuat zona tersebut dan kita juga yang harus memilih jalan keluar
mana yang harus ditempuh, saran dari gw sih lebih baik jangan bermain
di area tersebut kalau memang “hati”nya tidak sekuat super hero,
bukan berarti hati gw kuat ya..!! bermain di area tersebut butuh
strategi, kekuatan, kesabaran, dan waktu. Jadi gw rasa engga semua
orang bisa bertahan perang diantara harapan dan kenyataan, kalaupun
memang udah kepepet gw saranin untuk dibicarakan saja secara terbuka
karena satu hal yang pasti, semakin lama kalian memendam sesuatu
semakin sulit kalian melepasnya (Move on), jadi silahkan pilih
sendiri jalan mana yang mau kalian tempuh : Mengalah dan Move on atau
Jujur dan bertahan? It all depens on you guys.
“Friend
zone bukanlah takdir melainkan sebuah pilihan” ~Sasha.
0 comments:
Post a Comment