Marshall Fine of The Huffington Post suggested that the friend zone is "like the penalty box of dating, when your only crime is not being buff and unobtainable."

Sebuah awalan yang engga akan pernah ketemu akhirannya, for some people Friend Zone is like a war zone between Expectation and reality, rasanya menyakitkan tapi terkadang begitu menyenangkan. Seperti kisah Dr. Ross Geller dan Rachel Green di Serial F.R.I.E.N.D.S, mereka berdua mendapatkan julukkan Friend zone karena kedekatan mereka yang seolah mengisyaratkan bahwa mereka saling jatuh cinta tapi terhalang dengan status pertemanan mereka yang sudah lama terjalin.
http://img5.visualizeus.com/
Seperti akhir-akhir ini di Twitter, Facebook, Path dll, yang merupakan saksi bisu dari kegalauan beberapa orang yang terjebak dalam Friend zone, fenomena lama dengan packaging baru nampaknya. Friend zone sekarang sudah mulai buka cabang bukan hanya Friend tetapi juga Brother Zone, so wierd I think..oke to be honest gw pun terjebak didalamnya, but thanks God perasaan itu engga bertahan lama karena setelah gw pikir-pikir aneh rasanya kalau apa yang sudah terbiasa akan berubah menjadi sesuatu yang tidak biasa.

Pada kasus Friend Zone sendiri banyak jenisnya mulai dari yang sama-sama suka tapi ragu, lalu ada yang bertepuk sebelah tangan, dan ada juga yang sudah pacaran terus putus lalu berlanjut jadi temen tapi masih saling nyimpen perasaan, dan lain sebagainya. Ironis memang..tapi begitulah keadaannya, mungkin istilah “bisa karena terbiasa” juga berlaku di dunia pertemenan dengan lawan jenis jadinya Friend Zone itu tercipta. Gw secara pribadi lebih memilih pacaran dengan orang yang bisa membuat kita nyaman dibandingkan dengan orang yang hanya sekedar sesuai dengan kriteria tapi bikin kita jadi engga nyaman, tapi istilah nyaman sendiri engga hanya bisa ditemukan di dunia percintaan aja, di dunia pertemanan pun ada istilah nyaman. Dan istilah nyaman itu yang menciptakan perasaan baru diantara hubungan pertemanan dengan lawan jenis, terlalu rumit mungkin tapi untuk memperjelas coba gw terangkan dalam sebuah kronologis Friend zone yang terjadi di sekitar gw baru-baru ini.

Sebut saja A (Laki-laki) dan B (Perempuan) yang sudah berteman cukup lama, ya anggap saja sudah 5 Tahun mereka saling kenal dan dekat, awalnya mereka berdua menyebut hubungan ini sebagai persahabatan, yang namanya sahabat pasti sudah saling tau sifat masing-masing atau kebiasaan masing-masing, begitu pula si A dan B ini. 5 Tahun mereka bersahabat selalu menghabiskan sebagian waktunya bersama, saling curhat, bercanda, tukar pikiran, dll. Sampai pada akhirnya si A merasa takut kehilangan B karena B dianggap sudah menjadi bagian dari hidupnya A selama ini, A merasa semakin nyaman dengan hubungan persahabatannya dengan B. Tapi entah kenapa tiba-tiba ketika B mulai terlihat dekat dengan laki-laki lain si A pun mulai merasa tidak nyaman, ini yang disebut “Cemburu” si A mulai terus merasa takut kehilangan, lalu sampailah pada titik dimana si A sadar bahwa selama ini dia jatuh cinta sama si B karena B selalu berhasil bikin A merasa nyaman dan jadi dirinya sendiri.

Akhirnya A merasa bahwa sekarang sudah waktunya dia menjelaskan perasaannya ke B bahwa pada dasarnya si A mulai jatuh cinta ke si B, tapi pada kenyataannya si B lebih mementingkan hubungan persahabatan mereka berdua, maka dari itu si B secara perlahan mulai menjelaskan pada si A bahwa B tidak ingin ada hubungan diluar persahabatan karena B merasa takut akan merusak apa yang sudah mereka bangun selama 5 Tahun. Sebenarnya B pun merasa begitu nyaman ketika berdekatan dengan A tapi karena mereka berawal dari sahabat maka si B merasa begitu takut semuanya akan hancur dengan tiba-tiba, tapi pada kenyataannya mereka semakin dekat layaknya pasangan normal lainnya tapi ketika orang lain bertanya tentang status hubungan mereka, mereka selalu menyangkal bahwa hubungan yang mereka jalanin akhir-akhir ini punya arti lebih dari sekedar sahabat.

Sederhana tapi rumit, mungkin ada yang pernah tau istilah “Pacar jadi sahabat masih mungkin, tapi sahabat jadi pacar akan rumit”, secara kasat mata memang bener istilah itu karena bagi sebagian orang yang setelah putus dengan pasangannya mereka bisa tetap berteman atau bahkan bersahabat, tapi berbanding terbalik dengan mereka yang mengawali hubungannya dengan pertemanan lalu lanjut ke hubungan percintaan dan ketika harus putus rasa tidak nyaman biasanya mendominasi makanya kebanyakan pasangan yang setelah putus mulai menjauh perlahan-lahan. Tapi semua kembali lagi pada diri masing-masing bagaimana cara menyikapi masalah ini, gw pribadi bukan tipe orang yang habis putus lalu musuhan, karena prinsip gw “My attitude is based on how you treat me” jadi kalau kita memang putus baik-baik maka kita akan baik-baik saja dan begitu pula sebaliknya.

Terkadang para pelaku Friend zone selalu menyangkal adanya perasaan itu, seperti “Ah..apaan sih dia kan sahabat gw, dia udah gw anggep sebagai sahabat yang paling spesial buat gw jadi engga mungkin lah kita pacaran” atau mungkin “Kamu itu sahabat aku yang paling luar biasa mengerti aku, jadi kayanya engga mungkin kita bisa pacaran”, terlalu banyak alasan klise yang terus diciptakan dalam kepala sehingga terekam jelas dan selalu diputar disaat timbul pertanyaan tentang status hubungan yang engga jelas, mungkin bagi sebagian orang “pacaran” itu hanya sekedar status dan sebuah pengakuan terhadap lingkungan, apa pentingnya dari sebuah status?.

Bagi kebanyakan orang status itu dianggap sebagai sebuah komitmen atau new chapter disebuah kehidupan, bagi gw “Pacar” merupakan tolak ukur : Ketika gw pacaran dengan seseorang pastinya gw akan membayangkan bagaimana jika gw menghabiskan sisa hidup gw bersama dia kelak, apakah gw akan terus merasa nyaman atau malah gw akan terjebak dalam siksaan batin. Status bukan tidak penting menurut gw, tapi tidak juga jadi prioritas dalam hidup gw, makanya gw lebih senang mengatakan “Jalanin aja dulu, pasti someday ada pintu yang akan terbuka buat kita..entah lanjut pacaran atau tidak pacaran” cuma banyak yang salah mengartikan pernyataan gw tersebut, karena dianggap memberikan harapan palsu atau istilah kerennya PHP (Pemberi Harapan Palsu).

Gw termasuk orang yang santai dan engga ngoyo' jadi kalau gw dalam posisi harus dekat dengan seseorang gw akan berusaha menjelaskan sedari awal bahwa untuk saat ini jangan berharap banyak dulu, kita engga akan pernah tau apa yang akan terjadi nantinya. Karena gw adalah orang yang terlalu percaya dengan hukum “Setiap manusia akan terus mengalami perubahan baik dalam hal besar maupun kecil”.

Kembali lagi ke Friend zone, kata beberapa orang Friend zone seperti neraka karena sangat menyiksa, tapi bagi sebagian orang lainnya malah menikmati keadaan tersebut, gw pribadi menganggap Friend zone adalah sebagai awal dari sebuah pengenalan lebih dalam di tahap baru karena gw percaya bahwa setiap orang akan terus berubah baik dalam hal besar maupun kecil, gw sendiri memang sedang terjebak di area tersebut tapi entah kenapa gw merasa sudah lelah dengan segala istilah tarik-ulur yang sama sekali engga ada akhirannya, maka dari itu gw memutuskan untuk berhenti menjadi pemeran dalam scene Friend zone dan kembali menjadi sahabat yang baik untuk laki-laki yang “dekat” dengan gw.

Friend zone itu bukan takdir melainkan pilihan, kita yang memilih untuk membuat zona tersebut dan kita juga yang harus memilih jalan keluar mana yang harus ditempuh, saran dari gw sih lebih baik jangan bermain di area tersebut kalau memang “hati”nya tidak sekuat super hero, bukan berarti hati gw kuat ya..!! bermain di area tersebut butuh strategi, kekuatan, kesabaran, dan waktu. Jadi gw rasa engga semua orang bisa bertahan perang diantara harapan dan kenyataan, kalaupun memang udah kepepet gw saranin untuk dibicarakan saja secara terbuka karena satu hal yang pasti, semakin lama kalian memendam sesuatu semakin sulit kalian melepasnya (Move on), jadi silahkan pilih sendiri jalan mana yang mau kalian tempuh : Mengalah dan Move on atau Jujur dan bertahan? It all depens on you guys.


Friend zone bukanlah takdir melainkan sebuah pilihan” ~Sasha.